Desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1
Angka 7).
Pemekaran
Kabupaten Pangandaran dilatar belakangi oleh faktor kemiskinan yang terjadi di
Kabupaten Ciamis. Daerah-daerah yang menderita kemiskinan terletak di wilayah
dengan kondisi geografis berupa perbukitan dan di tepi pantai. Hampir semua
darah tertinggal tersebut memiliki akses yang buruk. Melihat perseolan
kemiskinan dan belum meratanya pembangunan juga mendorong beberapa kecamatan di
Ciamis memekarkan diri. Setelah Kota Banjar yang terlebih dahulu memekarkan
diri, kini Kecamatan Kalipucang, Padaherang, Mangunjaya Langkaplancar, Cimerak,
Cijulang, Pangandaran, Cigugur, Parigi, dan Sidamulis pun sudah mengajukan
wacana pembentukan Kabupaten Pangandaran yang sudah disetujui oleh DPRD dan
sekarang sedang berlanjut dalam tahap pengkajian di Kementerian Dalam Negeri.
Pemekaran daerah
merupakan perwujudan dari Asas Desentralisasi yang sebagaimana dianut oleh UU No.
32 Tahun 2004. Saya berpendapat bahwa apabila Pemekaran Kabupaten Pangandaran
itu terealisasikan, tidak menutup kemungkinan-kemungkinan akan timbul
permasalahan-permasalahan terhadap pelaksanaan otonomi daerah apabila mengacu
pada asas dan sistem otonomi yang kita kenali.
Adapun
Permasalahan pelaksanaan Desentralisasi di Kabupaten Pangandaran yaitu :
Yang Pertama Permasalahan dalam
pemekaran anggaran dan fasilitas, Seperti pembangunan gedung, pengangkatan
pegawai, anggaran Pemilu Kepala Daerah, dan masih banyak biaya lain yang harus
dikeluarkan untuk pelaksanaan dan pengadaan instansi yang menunjang kegiatan
pemerintahan di Kabupaten Pangandaran dan tidaklah aneh pada saat fase
Pembangunan Daerah baru ini sering terjadi ajang untuk korupsi dari dana pengadaan
fasilitas-fasilitas daerah baru oleh pihak-pihak yang beritikad tidak baik.
Yang kedua adalah permasalahan terkait
dengan aspek politik dan birokrasi, pada waktu masa kepemimpinan rezim orde
baru yang menganut asas Sentralisasi keadaan politik dan birokrasi di Indonesia
cenderung lebih stabil dan tidak panas seperti keadaan politik pada masa
sekarang (Pasca Reformasi). Dengan adanya Pemekaran Kabupaten Pangandaran dan
daerah-daerah lainnya (sebagai wujud dari asas Desentralisasi), akan menjadi
arena bagi partai politik untuk meramaikan dan mengadu nasib dalam perebutan
kekuasaan di daerah, yang terkadang dapat menimbulkan gesekan-gesekan politik
yang dapat menimbulkan konflik yang dapat berujung pada persaingan politik yang
tidak sehat, manipolitik, kekerasan, dan hal-hal lainnya yang dapat menimbulkan
disintegrasi masyarakat.
Yang ketiga adalah permasalahan terkait
dengan tumpang tindih dari pelaksanaan sistem otonomi itu, karena Indonesia
tidak secara tegas menganut Sistem Otonomi Formil ataupun Materiil, namun
menganut Sistem Otonomi jalan tengah yaitu Sistem Otonomi Riil (Otonomi Nyata).
Persoalannya
adalah yang manakah yang dominan diantara kedua teori itu? Apakah keduanya
berjalan secara seimbang? menurut Prof. Bagir Manan dari apa yang diuraikan oleh
Tresna, timbul kesan bahwa sebagai jalan tengah, sistem rumah tangga riil ini
lebih mengutamakan asas formalnya. Dalam sistem rumah tangga formal terkandung
gagasan untuk mewujudkan prinsip kemandirian bagi daerah, sedangkan sistem
rumah tangga materiil akan merangsang timbulnya ketidakpuasan daerah dan spanning
hubungan antara pusat dan daerah.[1][4] Di dalam sistem rumah tangga riil ini asas materil berperan
memberikan kepastian sejak awal mengenai urusan daerah, karena melalui sistem
ini urusan pangkal yang diserahkan untuk kemudian dikembangkan dengan sistem
rumah tangga formal yang lebih memberi kebebasan dan kemandirian. Namun menurut
pendapat saya tidak menutup kemungkinan apabila dalam pelaksanaannya sistem
otonomi nyata ini tidak akan berjalan secara efektif karena ketidakpastian
prinsip yang dianut oleh sistem ini.
Yang ke empat
pelaksanaan pelayanan publik di Kabupaten Pangandaran belum maksil dari awal terbentuknya kabupaten
pangandaran sampai saat ini, ini mengakibatkan terjadinya krisis kepercayaan
dari masyarakat terhadap kinerja pemerintahan yang kurang optimal, belum
terasanya dampak dari pemekaran sendiri yang tadinya bertujuan untuk memudahkan
akses dalam keperluan masyarakat dan meningkatkan tarap ekonomi masyarakat
malah pemerintah terkesan lamban.
Yang ke Lima
penetapan pegawai hasil mutasi yang tidak sesuai dengan bidang yang
dikuasainya, pelaksanaan pemerintahan akan berjalan lamban terkait terjadinya
perotasian pegawai yang bukan pada tempatnya yang artinya pelaksanaan kerja
akan menyita waktu yang lama untuk menyesuaikan dan memahami pekerjaan yang
dihadapinya, sehingga proses pembangunan kabupaten pangandaran akan terasa
sangat lamban dan tidak sesuai dengan harapan pemekaran kabupaten pangandaran,
hal ini menimbulkan pertanyaan dan prasangka masyarakat bahwaadanya isue-isue
money politic di kalangan para elit politik yang berada di kabupaten
pangandaran,
Yang ke Enam
belum optimalnya pengelolaan objek wisata tang berda di kabupaten pangandaran
aspek pembangunan yang lamban dan sarana prasarana di objek wisata yang kurang
memadai, menimbulkan kurangya kenyamanan bagi pendatang yang ingin berwisata,
akses jalan yang kurang memadai berdampaki pada kurangnya pendatang yang ingin
berwisata ke Pangandaran, sedangkan potensi PAD Kabupaten Pangandaran akan
dipusatkan kepada Objek wisata, banyaknya objek wisata yang belum tergali di
Kabupaten Pangandaran.
Tekanan terhadap organisasi
sektor publik, khususnya organisasi pemerintah baik pusat dan daerah serta
perusahaan milik pemerintah, dan organisasi sektor lainnya untuk memperbaiki
kinerjanya mendorong dibangunnya sistem manajemen organisasi sektor publik.
Tugas utama pemerintah sebagai
organisasi sektor publik terbesar adalah untuk menciptakan kesejahteraan
masyarakat. Kesejahteraan masyarakat tidak hanya berupa kesejahteraan fisik
yang bersifat material saja, namun termasuk kesejahteraan nonfisik yang lebih
bersifat immaterial.
KESIMPULAN
pada pelaksanaan otonomi
daerah yang mengalami perubahan secara ekstrem. Baik pemerintah pusat ataupun
pemerintah daerah harus menjalankan masing-masing urusan dan wewenangnya secara
selaras dengan baik agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan otonomi
daerah.
Saran
Ø
Pelaksanaan pemerintahan harus dapat terlaksana
dengan baik, melalui perencanaan dan sektor pelaksanaan yang berjalan sesuai
target dan tujuan pemekaran.
Ø
Pemerintah kabupaten pangandaran harus
seoptimal mungkin melayani masyarakat, mengedepankan kedisiplinan dan tidak
berleha-leha terhadap pelayanan masyarakat
Ø
Bupati harus mampu menempatkan seorang
pegawai pada posisi sesuai dengan kemampuannya, bukan karena hal yang dapat
merugikan kemajuan kabupaten, ketegasan seorang pemimpin dalam mengambil
keputusan saangatlah penting untuk kemajuan Kabupaten Pangandaran.
Ø
Pemerintah Kabupaten Pangandaran harus
lebih mengedepankan pembangunan di sektor kepariwisataan, karena selama ini
pembangunan sektor pariwisata di Kabupaten Semarang masih banyak yang terbengkelai dengan
dibangunya obyek-obyek wisata harapannya
pengunjung akan meningkat dan dengan meningkatnya pengunjung pendapatan ekonomi
masyarapat akan meningkat pula.
Ø
Pangandaran Kabupaten Semarang harus
lebih meningkatkan sarana prasarana, karena itu merupakan faktor penunjang
utama untuk mempermudah pengunjung datang
ke obyek wisata tersebut.