Rabu, 19 September 2018

Sejarah Lahirnya Orde Baru

Sejarah Kelahiran Orde Baru

Sejarah mencatat, sebelum Orde Baru lahir didahului dengan meletusnya tragedi nasional yang sering disebut dengan Pemberontakan G 30 S / PKI, tepatnya tanggal 30 September 1965.
Peristiwa ini puncaknya adalah dini hari, tanggal 1 Oktober 1965. Peristiwa itu menyebabkan enam Jenderal terkemuka dibunuh secara kejam dan sadis oleh komplotan militer yang mempunyai hubungan dengan PKI. Banyak versi yang berusaha mengungkap siapa pelaku peristiwa tersebut, namun umumnya yang diakui oleh banyak kalangan PKI-lah pelakunya.
Seusai peristiwa berdarah yang merenggut enam nyawa Jenderal TNI AD itu, 30 September 1965, Presiden Soekarno mengeluarkan Supersemar yang kemudian justru menjadi titik awal kelahiran Orde Baru (Pusponegoro dan Notosusanto, 1993 : 406). Isi dari Surat Perintah 11 Maret (Supersemar)
tersebuat ialah memberikan kekuasaan kepada Letjen. Soeharto, untuk dan atas nama Presiden / Panglima Tertinggi / Pemimpin Besar Revolusi, mengambil tindakan yang dianggap perlu demi terjaminya keamanan, ketenangan, serta kesetabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden / Panglima Tertinggi / Pemimpin Besar Revolusi / Mandataris MPRS, serta demi keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia dan melaksanakan dengan pasti ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi. Isi lengkap dari Surat Perintah Tersebut ada di lampiran 1 (Tim Dokumentasi Presiden RI, 1991: 54).

Pada saat terjadi peristiwa pemberontakan G 30 S / PKI Grobogan dinyatakan sebagai daerah berbahaya kedua setelah Temanggung. Maka dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966, segenap masyarakat Kabupaten Grobogan segera melakukan konsolidasi guna pengejaran / pembersihan terhadap oknum-oknum masyarakat yang terlibat langsung ataupun tidak langsung dengan gerakan G 30 S / PKI. Dalam hal ini ABRI bersama rakyat bekerja sama erat dan serentak dengan unsur-unsur masyarakat lain dengan semangat berkobar-kobar berusaha mengganyang sisa-sisa G 30 S / PKI di Kabupaten Grobogan. (Tim Universitas Sebelas Maret, 1991: 61).

Tonggak awal kelahiran Orde Baru adalah ketika diserahkannya Supersemar 1966 dari Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto yang kemudian menjadi kunci yang sangat menentukan. Supersemar yang pada awalnya hanya berupa surat perintah biasa dari Presiden Soekarno kemudian dalam Sidang Umum ke IV MPRS ditetapkan sebagai Ketetapan MPRS No. IX / 1966. Sidang Paripurna terbuka MPRS menyetujui dan memperkuat Surat Perintah yang dikeluarkan pada 11 Maret 1966 oleh Presiden / Panglima Tertinggi / Mandataris MPRS dan ditujukan kepada Letjen. Soeharto selaku Menpangad. Dalam siding tersebut anggota-anggota MPRS secara bulat menyetujui ditingkatnnya Supersemar menjadi Ketetapan MPRS No. IX / 1966. Dengan ketetapan ini berarti bahwa Supersemar tidak dapat ditarik kembali oleh Presiden / Panlima Tertinggi ABRI / Mandataris MPRS, sebab hanya MPRS-lah yang berhak untuk membatalkannya. Isi lengkap Ketetapan tersebut ada di lampiran 2 (Tim Dokumentasi Presiden RI,1991: 86).

Ketetapan ini selanjutnya dijadikan landasan politik bagi beroperasinya pemerintah Orde Baru dibawah pimpinan Soeharto. Bersama dengan itu Supersemar ditetapkan sebagai salah satu sumber hokum Republik Indonesia dan tertuang dalam Tap MPR No. XX / MPRS 1966 mengenai memorandum DPR-GR tentang sumber tertib hokum RI dan tata urutan peraturan perundangan dan tata urutan peraturan perundang-undangan RI.

Dengan demikian Supersemar dianggap sebagai landasan hukum dan politik bagi keberadaan rezim Orde Baru di Indonesia. Pada tahun 1967 MPRS melakukan Sidang Istimewa, dalam sidang tersebut Komisi A MPRS telah berhasil membuat Rancangan Ketetapan mengenai Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno dan Mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden.

Alasan yang mendasari Rancangan Ketetapan ini adalah bahwa Presiden tidak dapat memenuhi tanggungjawab konstitusional, dan bahwa Presiden tidak dapat menjalankan haluan negara dan keputusan MPRS. MPRS menerima dan mensahkan Rancangan Ketetapan MPRS No. XXXIII / MPRS / 1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan dari Presiden Soekarno.

Jenderal Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden RI. Pelantikan ini merupakan pelaksanaan dari Ketetapan MPRS No. XXXIII / 1967 yang menetapkan mencabut kekuasaan pemerintah negara dari Presiden Soekarno dan menarik kembali mandate MPRS dari Presiden Soekarno. Ketetapan ini selanjutnya menetapkan mengangkat Pemegang Ketetapan MPRS No. IX / 1966, Jenderal Soeharto, sebagai Pejabat Presiden sampai dipilihnya Presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.

Awal kelahiran Orde Baru ini juga dihadapkan pada persoalan lumpuhnya ekonomi negara yang ditunjukan dengan laju inflasi yang sangat tinggi. Menurut Frans (1998), pada waktu masa peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru juga terjadi krisis ekonomi (1966-1968). Krisis ekonomi tersebut disebabkan oleh etatisme yaitu negara terlalu berkuasa dalam komando ekonomi, juga terjadi defisit yang terakumulasi sejak 1960 hingga 1966 yang menyebabkan timbulanya inflasi sebesar 650 persen serta pada waktu itu negara tidak menganggap dunia luar atau istilahnya “go to hell”-kan dunia luar. Adapun kebijakan yang diambil untuk mengatasi krisis tersebut adalah dengan menentukan kebijakan yang akan diambil yakni enam bulan untuk rescue operation (operasi penyelamatan), serta dua tahun untuk stabilitas, sehingga baru pada 1 April 1969 kita bisa melakukan pembangunan. Rincian operasi penyelamatan krisis ekonomi tersebut adalah dengan menetukan target. Target pertama adalah mengenai pangan dan yang kedua adalah mengenai pembayaran hutang dikarenakan apabila tidak bisanmembayar negara kita dianggap bangkrut. Program penyelamatan tersebut lalu disusun bersama dengan IMF, pada 31 Agustus 1966 program tersebut dibawa ke siding cabinet untuk dimintakan persetujuan. Setelah delegasi Indonesia berangkat keseluruh dunia membawa program tersebut. Delegasi tersebut adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Frans Seda, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dan dua anggota DPR, negara yang menjadi tujuan adalah Inggris, Belanda, Jerman kemudian Tokyo. Kemudian berdasar program tersebut maka pada 3 Oktober 1966 keluarlah peraturan pemerintah pertama yang telah disetujui oleh DPR yang kemudian dikenal dengan “peraturan 3 Oktober”. Setelah dikeluarkan peraturan tersebut kepercayaan dunia menjadi semakin bertambah dan pada 7 Februari 1967, terbentuklah IGGI, kelompok negara donor kita (Frans Seda, FORUM, 1998: 82-83).

Pada sisi lain, awal kelahiran Orde Baru ini dihadapkan pada dua persoalan besar sebagai warisan sejarah Orde Lama, yaitu politik dan lumpuhnya ekonomi yang ditunjukan dengan laju inflasi yang sangat tinggi. Kondisi perpolitikan menjelang dan pada permulaan berdirinya Orde Baru memang terlihat sangat kacau dan sulit dikendalikan. Hal ini akibat logis dari langgam politik Orde Lama yang otoritarian dalam bingkai Demokrasi Terpimpin menuju bentuk kearah “Demokrasi Pancasila” dibawah pemerintahan Orde Baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengertian Otonomi Daerah

Pengertian Otonomi Daerah Menurut Para Ahli Pengertian otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentinga...