Rabu, 23 Januari 2019

MANFAAT BUDAYA ORGANISASI

     Perkembangan dan kesinambungan suatu perusahaan akan sangat tergantung pada budaya perusahaan. Susanto (1997), mengemukakan bahwa budaya suatu perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai andalan daya saing suatu perusahaan dalam menghadapi perubahan dan tantangan. Budaya
organisasi juga dapat dijadikan sebagai rantai pengikat untuk menyamakan persepsi atau arahpandang anggota organisasi terhadap suatu permasalahan sehingga akan menjadi satu kekuatan untuk mencapai suatu tujuan.

Beberapa manfaat budaya organisasi dikemukakan oleh obins (1993), sebagai berikut:

  1. Membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain. Setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada dalam organisasi.
  2. Menimbulkan rasa memiliki identitas bagi para anggota organisasi. Dengan budaya organisasi yang kuat, anggota organisasi akan merasa memiliki identitas yang merupa kan ciri khas organisasi.
  3. Mementingkan tujuan bersam daripada mengutamakan kepentingan individu.
  4. menjaga stabilitas organisasi. kesatuan komponen - komponen organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama yang akan membuat kondisi organisasi relatif stabil.
      Keempat fungsi tersebut menunjukan bahwa budaya organisasi dapat membentuk prilaku dan tindakan karyawan dalam menjalankan aktivitasnya di dalam organisasi, sehingga nilai - nilai yang ada dalam budaya organisasi perlu ditanamkan sejak dini pada setiap individu organisasi.

PENTINGNYA MEMAHAMI BUDAYA ORGANISASI

             Setiap organjsasj memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai budaya organisasi. Menurut Robins (1999), Budaya organisasi merupakan sistem nilai bersama dalarn suatu organ isasi yang menentukan tingkatan bagaiman para karyawan melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisaj. Budaya organisasj juga didefinisikan sebagai suatu nilai - nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian  integrasi ke dalam perusahaan, sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak dan bertingkah laku. (Susanto, 1997) 
          Seluruh sumber daya manusia yang ada di organisasi harus dapat memahami dengan benar mengenai budaya organisasi yang ada. Pemahaman ini sangat berkaitan dengan setiap gerak langkah dan kegiatan yang dilakukan, baik perencanaan yang bersifat strategis dan taktikal, maupun kegiatan dan implementasi perencanaan di mana setiap kegiatan tersebut harus berdasarkan pada budaya organisasi.
          Hasil penelitian yang dilakukan oleh O’Reilly, Chatman, dan Caidwell (1991) dan Sheridan (1992) menunjukkan pentingnya nilai-nilai budaya organisasi dalam memengaruhi perilaku dan sikap individu. Penelitian tersebut menunjukkanbahwa adanya hubungan an tara person-organization fit dengan tingkat kepuasan kerja, komitmen dan turn over karyawan di mana individu yang sesuai dengan budaya organisasi mempunyai kecenderungan untuk mempunyai kepuasankerja dan komitmen yang tinggi terhadap organisasi dan mempunyai intensitas yang tinggi untuk terus bekerja/tinggal di organisasi dan sebaliknya, individu yang tidak sesuai dengan budaya organisasi akan memiliki kecenderungan untuk mempunyai kepuasan kerja dan komitmen yang rendah terhadap organisasi dan memiliki kecenderungan untukmeninggalkan organisasi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa nilai budaya secara signifikan memengaruhi efektivitas organisasi melalui peningkatan kualitas outputdan mengurangi biaya tenaga kerja.
Dengan memahami dan menyadari arti pentingnya bulaya organisasi bagi setiap individu, maka hendaknya hal tersebut dapat mendorong para manajer untuk menciptakan kultur yang menekankan pada interpersonal relationship yang tentunya juga akan lebih menarik bagi setiap karyawan diban
dingkan dengan work task. Menurut Robins (1993), ada sepuluh karakteristik kunci yang merupakan inti dan budaya organisasi, yaitu:

  1. Member identity, yaitu identitas anggota dalam organisasi secara keseluruhan, dibandingkan dengan identitas dalam kelompok kerja atau bidang profesi masing-masing.
  2. Group emphasis, yaltu seberapa besar aktivitas kerja bersama lebih ditekankan dibandingkan kerja individual.
  3. People focus, yaitu seberapa jauh keputusan manajemen yang diambil untuk kepertimbangkan keputusan tersebut terhadap anggota organisasi.
  4. Unit integration, yaitu seberapa jauh unit-unit di dalam organisasi dikondisikan untuk beroperasi secara bersama- sama .
  5. Control, yaitu seberapa banyak aturan, peraturan, dan pengawasan langsung yang digunakan untuk menga wasi dan mengendalikan perilaku karyawan.
  6. Risk tolerance, yaitu besarnya dorongan terhadap karyawan untuk lebih agresif, inovatif, dan berani mengambil risiko.
  7. Reward criteria, yaitu seberapa besar imbalan dialokasikan sesuai dengan kinerja karyawan, dibandingkan alokasi berdasarkan senioritas, favoritism, atau faktor bukan kinerja lainnya.
  8. Conflict tolerance, yaitu seberapa besar karyawan di dorong untuk bêsikap terbuka terhadap konflik dan kritik.
  9. Means rnends orientation, yaitu seberapa besar manajemen lebih menekankan pada penyebab atau hasil dibandingkan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mengembangkan basil.
  10. Open-sistem fokus, yaitu seberapa besar pengawasan organisasi dan respons yang diberikan untuk mengubab lingkungan eksternal.

Sumber : Buku Budaya Organisasi oleh Prof. Dr. H. Edy Sutrisno, M Si (2007)

Jumat, 18 Januari 2019

Keuangan Daerah



Aspek pengelolaan keuangan daerah merupakan unsur pentingdalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sesuai dengan peraturan perundanganbidang pengelolaan daerah, khususnya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentangKeuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan,Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi KeuanganPemerintah, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang PengelolaanKeuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentangPedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Keuangan Daerah adalah semua hak dankewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dinilaidengan uang, termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungandengan hak dan kewajiban daerah dalam kerangka Anggaran Pendapatan, Belanja danPembiayaan. Hal tersebut menjadikan Keuangan Daerah merupakan salah satu faktorpenentu dalam penyelenggaraan urusan dan kewenangan pemerintahan, pelaksanaanpembangunan serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

Kebijakan dan implementasi Keuangan Daerah diarahkan untukmeningkatkan kemampuan keuangan daerah, pengelolaan keuangan daerah danpenatausahaan keuangan daerah serta pengendalian dan pengawasan keuangandaerah. Kebijakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Daerahkhususnya kontribusi PAD terhadap APBD.
 Kebijakan keuangan meliputi komponen-komponen dan formulasi kinerja pelayanan yang diharapkan padasetiap kewenangan Pemerintah Daerah yang dilaksanakan sesuai dengan urusan dankewenangan yang dituangkan dalam bentuk APBD. Selanjutnya urusan dan kewenangantersebut diwujudkan dalam APBD melalui program dan kegiatan yang dilaksanakanorganisasi perangkat daerah pada lingkup Pemerintah Kabupaten Ciamis.

Sesuai dengan azas umum pengelolaan keuangan daerah bahwakeuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat kepada peraturanperundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan dan manfaat untukmasyarakat. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintah dan peningkatan pelayananpublik, pengaturan alokasi belanja diupayakan untuk efisiensi, efektif danproporsional, sehingga belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi danmeningkatan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerahyang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar yaitu urusanpendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak sertamengembangkan sistem jaminan sosial.

Amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tetang PerimbanganKeuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, menetapkan dan mengatur pembagiankewenangan (power sharing) danpembagian keuangan (financial sharing)antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 17 Tahun2003 tentang Keuangan Negara, serta Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, keuangan daerah harus dikelola secaratertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab sesuai dengan kepatutan dan rasa keadilan.

Jumat, 21 Desember 2018

Pengertian Efektivitas


Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan.
15
Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat H. Emerson yang dikutip  Handayaningrat S. (1994:16) yang menyatakan bahwa Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Pengukuran efektivitas mutlak dilakukan pada sebuah organisasi untuk mengukur sejauh mana langkah efesiensi dilakukan dalam organisasi tersebut.
Sedangkan Georgopolous dan Tannembaum (1985:50), mengemukakan :
Efektivitas ditinjau dari sudut pencapaian tujuan, dimana keberhasilan suatu organisasi harus mempertimbangkan bukan saja sasaran organisasi tetapi juga mekanisme mempertahankan diri dalam mengejar sasaran. Dengan kata lain, penilaian efektivitas harus berkaitan dengan mesalah sasaran maupun tujuan.

Jelasnya bila sasaran atau tujuan telah tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya adalah efektif. Jadi kalau tujuan sasaran itu tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, pekerjaan itu tidak efektif”.
Hal ini berarti dapat dikatakan suatu kegiatan dapat mencapai efektivitas jika terjadi sasaran dan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Selanjutnya Steers (1985:87) mengemukakan bahwa :
Efektivitas adalah jangkauan usaha suatu program sebagai suatu sistem dengan sumber daya dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpa memberi tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksanaannya.

Sejauh mana seseorang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan”. Ini berarti bahwa efektivitas berorientasi pada input dan output, dalam arti perbandingan antara target yang diinginkan dengan hasil yang dapat dicapai tetapi dengan sasaran tanpa adanya paksaan dalam pelaksanaannya. Apabila sesuatu pekerjaan dapat diselesaikan sesuai perencanaan, baik dalam hal waktu, maupun mutunya, maka dapat dikatakan orang yang melaksanakan pekerjaan itu efektif.
Lebih lanjut menurut  Kurniawan (2005:109) mendefinisikan :
“Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya”.
Dari beberapa pendapat di atas mengenai efektivitas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hidayat (1986:41) yang menjelaskan bahwa :
“Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”.
Dalam hal ini efektivitas merupakan pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya meliputi ketersediaan personil, sarana dan prasarana serta metode dan model yang digunakan.

Minggu, 02 Desember 2018

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)


Konsep kekuasaan menurut ilmuwan politik yang beraliran pluralis menyatakan bahwa kekuasaan tidak lagi terkonsentrasi pada satu kelompok atau kelas, melainkan menyebar dalam berbagai kelompok kepentingan yang saling berkompetisi untuk mendapatkan kekuasaan. Dalam konsep pluralisme digambarkan bahwa masyarakat bukanlah tersusun dari individu, akan tetapi dibentuk oleh kelompok. Kelompok dianggap sebagai unit dasar dari masyarakat.
Sanit (1985:37) menyatakan adalah kepentingan yang mendorong terbentuknya jalinan aktifitas individu-individu sehingga terbentuk kelompok. Interaksi suatu kelompok dengan kelompok lainnya dilandaskan pada kepentingan atau berbagai kepentingan yang telah disadari oleh segenap warga kelompok. Kepentingan diartikan sebagai sikap bersama dari warga suatu kelompok mengenai satu atau beberapa tuntutan yang selayaknya dilakukan terhadap kelompok lainnya dalam
masyarakat.
Salah satu bentuk khusus dari kelompok adalah apa yang disebut oleh Arbi Sanit sebagai gerakan masyarakat. Yang membedakan antara gerakan masyarakat dengan bentuk-bentuk kelompok kepentingan yang lain adalah pada kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan ataupun tujuan yang bersifat materi atau non materi. Gerakan masyarakat lebih meraih tujuan non materi daripada menarik keuntungan materi. Tujuan-tujuan kelompok masyarakat yang lain lebih dinikmati secara langsung oleh anggota kelompok. Sedangkan penikmatan hasil perjuangan gerakan masyarakat terbuka bagi siapapun tanpa perlu mempunyai ikatan aktifitas dengan gerakan masyarakat yang memproses usaha peraihan hasil.
Seiring dengan semakin berkembang dan kompleksnya masyarakat, baik gerakan masyarakat maupun kelompok kepentingan yang lain memperlakukan organisasi sebagai salah satu sarana perjuangan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang disepakati. Gerakan masyarakat yang terorganisir dikenal sebagai organisasi kemasyarakatan dengan ciricirinya yaitu organisasi diluar organisasi pemerintahan, tidak bermotif keuntungan dalam kegiatannya, lebih melibatkan anggota dalam kegiatannya, keanggotaan yang bersifat massal, melakukan kegiatan politis disamping perjuangan teknis keorganisasian, serta cukup berkepentingan akan ideologi.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan salah satu bentuk organisasi kemasyarakatan. Pada umumnya Lembaga Swadaya Masyarakat adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Sebutan LSM sendiri merupakan pengembangan dari istilah Ornop (organisasi non pemerintah) yang merupakan terjemahan langsung dari istilah bahasa Inggris Non Government Organization (NGO).
Organisasi tersebut bukan menjadi bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara. Maka secara garis besar organisasi non pemerintah dapat di lihat dengan ciri sbb :
1)      Organisasi ini bukan bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara.
2)      Dalam melakukan kegiatan tidak bertujuan untukmemperoleh keuntungan (nirlaba).
3)      Kegiatan dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum, tidak hanya untuk kepentingan para anggota seperti yang dilakukan koperasi ataupun organisasi profesi.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau sering disebut dengannama lain Non Government Organization (NGO) atau organisasi nonpemerintah (Ornop) dewasa ini keberadaanya sangat mewarnai kehidupan politik di Indonesia. Diperkirakan saat ini lebih dari 10.000 LSM beroperasi di Indonesia baik ditingkat nasional, propinsi maupun di tingkat kabupaten/kota, dimana dari tahun ketahun jumlah ini semakin bertambah. Perkembangan politik, demokrasi, pembangunan ekonom dan kemajuan teknologi informasi merupakan faktor-faktor yang mendorong terus bertambahnya jumlah LSM di Indonesia.

A.    Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat
Arti umum menjelaskan bahwa pengertian LSM mencakup semua organisasi masyarakat yang berada diluar struktur dan jalur formal pemerintahan, dan tidak dibentuk oleh dan merupakan bagian dari birokrasi pemerintah. Karena cakupan pengertiannya terlalu luas, beberapa tokoh LSM generasi pertama mencari padanan yang pas atas istilah NGO. Pada masa awal perkembangannya, sejumlah kalangan LSM mengkritik penggunaan kata LSM sebagai terjemahan NGO dengan alasan bahwa istilah tersebut adalah bentuk penjinakkan terhadap NGO, dan oleh karenanya mereka lebih suka menggunakan istilah Ornop.
Lembaga swadaya masyarakat yaitu sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat tampa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatan tersebut.
Dasar Hukum terkait Lembaga Swadaya Mayarakat (LSM) antara lain : Undang-undangn Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan,  Perangkat hukum lainnya adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri No 8 tahun 1990 tentang Pembinaan LSM.
Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990 Tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat : Yang dimaksud dengan Lembaga Swadaya Masyarakat adalah organisasi/ lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak dibidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/ lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitik beratkan kepada pengabdian secara swadaya.

B.     Ciri-ciri Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
1.      Bagian dari pemerintahan;
2.      Tidak bertujuan memperoleh keuntungan;
3.      Untuk kepentingan masyarakat , tidak hanya untuk kepentinganpara anggota.

C.     Jenis dan kategori LSM
Ditinjau dari segi paradigmanya LSM di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga.
Pertama, berparadigma Konformis (developmentalis), yang visinya berangkat dari asumsi bahwa masalah demokrasi dan kondisi sosial ekonomi rakyat sebagai faktor yang inheren dengan kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, dan keterpencilan. Dengan demikian solusinya adalah dengan melakukan perubahan mental atau budaya masyarakat sasaran.
Kedua, LSM yang menggunakan paradigma reformis. Kalangan LSM ini melihat kondisi sosial ekonomi dan demokrasi karena tak berfungsinya elemen-elemen sosial politik yang ada, di mana rakyat atau  kelompok-kelompok masyarakat kurang memiliki akses dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam politik dan pembangunan. Makanya pendekatan pemecahan masalah, identik dengan pendekatan kedua dari Eldridge di atas, yakni berupaya menyediakan untuk berpartisipasi, dengan model perubahan yang diharapkan berupa perubahan fungsional struktural.
Sementara paradigma ketiga adalah transformatoris. Gerakangerakan LSM seperti ini terasa agak radikal, di mana iklim atau isu keterbukaan  imanfaatkan untuk mencoba membongkar berbagai persoalan sosial, ekonomi dan politik, sangat kontras dengan LSM berparadigma pertama dan kedua, yang ketiga ini melihat kondisi struktur sosial ekonomi dan politik sebagai hasil pemaksaan negara atau kelompok-kelompok dominan, sehingga oleh karena itu melahirkan ketidakadilan dan ketidakdemokrasian. Oleh sebab itu isu gerakan LSM lebih bernuansa politik, seperti mengambil tema hak azasi manusia (HAM), kesenjangan sosial, gerakan civil society, pelibatan rakyat bahwa dalam proses-proses politik seperti demonstrasi, unjuk rasa, termasuk mimbar bebas, serta berorientasi pada kemandirian rakyat, dengan konfik sebagai pendekatan yang digunakan.
Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990, menyebutkan bahwa jenis-jenis LSM antara lain :
1.      Organisasi Donor : organisasi non pemerintah yang memberikan dukungan biaya bagi kegiatan organisasi non pemerintah lain.
2.      Organisasi mitra Pemerintah : organisasi non pemerintah yangmelakukan kegiatan dengan bermitra dengan pemerintah dalammenjalankan kegiatannya.
3.      Organisasi profesional : organisani non pemerintah yang melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan professional tertentu seperti organisasi non pemerintah pendidikan,organisasi non pemerintah bantuan hukum, organisasi non pemerintah jurnalisme, organisasi non pemerintah pembangunan ekonomi, dll.
4.      Organisasi Oposisi :organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan memilih untuk menjadi penyeimbang dari kebijakan pemerintah. Organisasi non pemerintah ini bertindak melakukan kritik dan pengawasan terhadapkeberlangsungan kegiatan pemerintah.

D.    Pola Pembinaan LSM
Dalam mengatasi masalah yang dihadapi LSM, merupakan tugas sebagaimana yang dikembangkan oleh pemerintah tentang pembinaan dan kesejahteraan LSM dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar baik jasmani, rohani maupun sosialnya. Pembinaan yang harus dilakukan bervariasi dimana melalui proses pendidikan, Pembinaan, pengawasan yang berkualitas dengan segala aspek. Dalam melakukan pembinaan terhadap LSM, Kantor Kesatuan Bangsa, Politik  memiliki tujuan sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 sebagai berikut:
1.      Terciptanya LSM yang mandiri dan mampu melaksanakan kegiatanya kearah yang bermanfaat baik bagi organisasinya maupun masyarakat;
2.      Mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dan keberdayaan masyarakat
3.      Memberikan pelayanan kepada masyarakat
4.      Menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
5.      Melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika dan budaya yang hidup di dalam masyarakat
6.      Melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
7.      Mengembangkan kesetiakawanan social, gotongroyong dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat
8.      Menjaga, memelihara dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan
9.      Mewujudkan tujuan Negara.


Rabu, 28 November 2018

KEBIJAKAN PUBLIK


Berbicara tentang implementasi kebijakan tentunya tidak bisa dilepaskan dari kebijakan publik. Kebijakan-kebijakan tersebut meliputi berbagai bidang, antara lain bidang kesejahteraan sosial (social welfare), bidang kesehatan, bidang perumahan rakyat, bidang pertanian, bidang pembangunan ekonomi, bidang hubungan luar negeri, bidang pendidikan nasional, dan sebagainya. Mengenai pengertian tentang kebijakan publik ini, pada dasarnya terdapat banyak batasan atau definisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan publik (public policy) yang masing-masing definisi tersebut memberikan penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan ini timbul karena masing-masing ahli mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Sementara di sisi lain, pendekatan dan model yang digunakan para ahli pada akhirnya akan menentukan bagaimana kebijakan publik tersebut hendak didefinisikan.
Salah satu definisi mengenai kebijakan publik, diberikan oleh Carl Friedrich, (Winarno, 2002 : 16)  yaitu :
Sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijaksanaan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu.

          Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi publik dimana aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya diorganisasikan secara bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan.
Metter dan Horn (Agustino, 2006:153) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai berikut :
Policy implementation encompasses those ction by public and privat individuals (and groups) tahat are directed at the achievement of goals and objectives set forth in prior policy decisions (tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan

 Implementasi kebijakan bisa dikatakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat. 
Variabel atau dimensi yang mempengaruhi implementasi kebijakan dalam model Van Meter dan Horn Metter dan Horn (Agustino, 2006:154) adalah :
1)        Ukuran dan tujuan kebijakan.
      Kinerja  implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan            sosio-kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan.
2)        Sumber daya
      Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari   kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia seperti sumberdaya      manusia, sumberdaya waktu, dan sumberdaya finansial.
3)        Karakteristik agen pelaksana
       Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan informal      yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat        penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat banyak            dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen         pelaksananya.
4)        Sikap/kecenderungan (disposition) para pelaksana
       Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak       mempengaruhi keberhasilan atau  tidaknya kinerja implementasi kebijakan.
5)        Komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana
       Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan   publik.
6)        Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Selasa, 27 November 2018

Gambaran Umum Kabupaten Pangandaran



Kabupaten Pangandaran merupakan salah satu daerah potensial untuk kegiatan pembangunan di Jawa Barat. Kabupaten Pangandaran dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Kabupaten Pangandaran di Provinsi Jawa Barat. Dengan ibukotanya adalah Parigi
 Kabupaten Pangandaran mempunyai Luas Wilayah 168.509 Ha, Luas Wilayah Laut 67.340 Ha, Panjang Pantai 91 Km dan Luas Wilayah Daratan 101.169,00 Ha ( Sawah 16.426,00 Ha, Hutan 27.764,17 Ha, Lahan Kering Lainnya 56.978.83 Ha ).
1.      Wilayah Kabupaten Pangandaran dibatasi oleh :
a)    Utara               : Kabupaten Ciamis;
b)   Barat                : Kabupaten Tasikmalaya;
c)    Selatan             : Samudra Hindia;
d)   Timur               : Kabupaten Cilacap ( Provinsi Jawa Tengah ).
2.      Kabupaten Pangandaran mempunyai Luas Wilayah diantaranya :
a)      Jumlah Kecamatan     : 10  Kecamatan.
b)      Jumlah Desa               : 93  Desa.
c)      Jumlah Dusun            : 433  Dusun.
d)     Jumlah RW                : 901  RW.
e)      Jumlah RT                  : 3305  RT.








Tabel 4.1
Data Wilayah Kabupaten Pangandaran
Tahun  2015

NO
KECAMATAN
JUMLAH
DESA
DUSUN
RW
RT
1.               
Cimerak
11
54
95
340
2.               
Cijulang
7
38
91
252
3.               
Cigugur
7
40
65
362
4.               
Langkaplancar
15
70
111
402
5.               
Parigi
10
53
121
401
6.               
Sidamulih
7
30
66
253
7.               
Pangandaran
8
31
97
337
8.               
Kalipucang
9
29
77
288
9.               
Padaherang
14
60
142
441
10.           
Mangunjaya
5
28
46
229
JUMLAH
93
433
901
3305
Sumber : Data Profil Kantor Kesbangpol Kabupaten Pangandaran

Pengertian Otonomi Daerah

Pengertian Otonomi Daerah Menurut Para Ahli Pengertian otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentinga...