Minggu, 02 Desember 2018

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)


Konsep kekuasaan menurut ilmuwan politik yang beraliran pluralis menyatakan bahwa kekuasaan tidak lagi terkonsentrasi pada satu kelompok atau kelas, melainkan menyebar dalam berbagai kelompok kepentingan yang saling berkompetisi untuk mendapatkan kekuasaan. Dalam konsep pluralisme digambarkan bahwa masyarakat bukanlah tersusun dari individu, akan tetapi dibentuk oleh kelompok. Kelompok dianggap sebagai unit dasar dari masyarakat.
Sanit (1985:37) menyatakan adalah kepentingan yang mendorong terbentuknya jalinan aktifitas individu-individu sehingga terbentuk kelompok. Interaksi suatu kelompok dengan kelompok lainnya dilandaskan pada kepentingan atau berbagai kepentingan yang telah disadari oleh segenap warga kelompok. Kepentingan diartikan sebagai sikap bersama dari warga suatu kelompok mengenai satu atau beberapa tuntutan yang selayaknya dilakukan terhadap kelompok lainnya dalam
masyarakat.
Salah satu bentuk khusus dari kelompok adalah apa yang disebut oleh Arbi Sanit sebagai gerakan masyarakat. Yang membedakan antara gerakan masyarakat dengan bentuk-bentuk kelompok kepentingan yang lain adalah pada kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan ataupun tujuan yang bersifat materi atau non materi. Gerakan masyarakat lebih meraih tujuan non materi daripada menarik keuntungan materi. Tujuan-tujuan kelompok masyarakat yang lain lebih dinikmati secara langsung oleh anggota kelompok. Sedangkan penikmatan hasil perjuangan gerakan masyarakat terbuka bagi siapapun tanpa perlu mempunyai ikatan aktifitas dengan gerakan masyarakat yang memproses usaha peraihan hasil.
Seiring dengan semakin berkembang dan kompleksnya masyarakat, baik gerakan masyarakat maupun kelompok kepentingan yang lain memperlakukan organisasi sebagai salah satu sarana perjuangan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang disepakati. Gerakan masyarakat yang terorganisir dikenal sebagai organisasi kemasyarakatan dengan ciricirinya yaitu organisasi diluar organisasi pemerintahan, tidak bermotif keuntungan dalam kegiatannya, lebih melibatkan anggota dalam kegiatannya, keanggotaan yang bersifat massal, melakukan kegiatan politis disamping perjuangan teknis keorganisasian, serta cukup berkepentingan akan ideologi.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan salah satu bentuk organisasi kemasyarakatan. Pada umumnya Lembaga Swadaya Masyarakat adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Sebutan LSM sendiri merupakan pengembangan dari istilah Ornop (organisasi non pemerintah) yang merupakan terjemahan langsung dari istilah bahasa Inggris Non Government Organization (NGO).
Organisasi tersebut bukan menjadi bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara. Maka secara garis besar organisasi non pemerintah dapat di lihat dengan ciri sbb :
1)      Organisasi ini bukan bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara.
2)      Dalam melakukan kegiatan tidak bertujuan untukmemperoleh keuntungan (nirlaba).
3)      Kegiatan dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum, tidak hanya untuk kepentingan para anggota seperti yang dilakukan koperasi ataupun organisasi profesi.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau sering disebut dengannama lain Non Government Organization (NGO) atau organisasi nonpemerintah (Ornop) dewasa ini keberadaanya sangat mewarnai kehidupan politik di Indonesia. Diperkirakan saat ini lebih dari 10.000 LSM beroperasi di Indonesia baik ditingkat nasional, propinsi maupun di tingkat kabupaten/kota, dimana dari tahun ketahun jumlah ini semakin bertambah. Perkembangan politik, demokrasi, pembangunan ekonom dan kemajuan teknologi informasi merupakan faktor-faktor yang mendorong terus bertambahnya jumlah LSM di Indonesia.

A.    Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat
Arti umum menjelaskan bahwa pengertian LSM mencakup semua organisasi masyarakat yang berada diluar struktur dan jalur formal pemerintahan, dan tidak dibentuk oleh dan merupakan bagian dari birokrasi pemerintah. Karena cakupan pengertiannya terlalu luas, beberapa tokoh LSM generasi pertama mencari padanan yang pas atas istilah NGO. Pada masa awal perkembangannya, sejumlah kalangan LSM mengkritik penggunaan kata LSM sebagai terjemahan NGO dengan alasan bahwa istilah tersebut adalah bentuk penjinakkan terhadap NGO, dan oleh karenanya mereka lebih suka menggunakan istilah Ornop.
Lembaga swadaya masyarakat yaitu sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat tampa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatan tersebut.
Dasar Hukum terkait Lembaga Swadaya Mayarakat (LSM) antara lain : Undang-undangn Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan,  Perangkat hukum lainnya adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri No 8 tahun 1990 tentang Pembinaan LSM.
Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990 Tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat : Yang dimaksud dengan Lembaga Swadaya Masyarakat adalah organisasi/ lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak dibidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/ lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitik beratkan kepada pengabdian secara swadaya.

B.     Ciri-ciri Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
1.      Bagian dari pemerintahan;
2.      Tidak bertujuan memperoleh keuntungan;
3.      Untuk kepentingan masyarakat , tidak hanya untuk kepentinganpara anggota.

C.     Jenis dan kategori LSM
Ditinjau dari segi paradigmanya LSM di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga.
Pertama, berparadigma Konformis (developmentalis), yang visinya berangkat dari asumsi bahwa masalah demokrasi dan kondisi sosial ekonomi rakyat sebagai faktor yang inheren dengan kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, dan keterpencilan. Dengan demikian solusinya adalah dengan melakukan perubahan mental atau budaya masyarakat sasaran.
Kedua, LSM yang menggunakan paradigma reformis. Kalangan LSM ini melihat kondisi sosial ekonomi dan demokrasi karena tak berfungsinya elemen-elemen sosial politik yang ada, di mana rakyat atau  kelompok-kelompok masyarakat kurang memiliki akses dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam politik dan pembangunan. Makanya pendekatan pemecahan masalah, identik dengan pendekatan kedua dari Eldridge di atas, yakni berupaya menyediakan untuk berpartisipasi, dengan model perubahan yang diharapkan berupa perubahan fungsional struktural.
Sementara paradigma ketiga adalah transformatoris. Gerakangerakan LSM seperti ini terasa agak radikal, di mana iklim atau isu keterbukaan  imanfaatkan untuk mencoba membongkar berbagai persoalan sosial, ekonomi dan politik, sangat kontras dengan LSM berparadigma pertama dan kedua, yang ketiga ini melihat kondisi struktur sosial ekonomi dan politik sebagai hasil pemaksaan negara atau kelompok-kelompok dominan, sehingga oleh karena itu melahirkan ketidakadilan dan ketidakdemokrasian. Oleh sebab itu isu gerakan LSM lebih bernuansa politik, seperti mengambil tema hak azasi manusia (HAM), kesenjangan sosial, gerakan civil society, pelibatan rakyat bahwa dalam proses-proses politik seperti demonstrasi, unjuk rasa, termasuk mimbar bebas, serta berorientasi pada kemandirian rakyat, dengan konfik sebagai pendekatan yang digunakan.
Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990, menyebutkan bahwa jenis-jenis LSM antara lain :
1.      Organisasi Donor : organisasi non pemerintah yang memberikan dukungan biaya bagi kegiatan organisasi non pemerintah lain.
2.      Organisasi mitra Pemerintah : organisasi non pemerintah yangmelakukan kegiatan dengan bermitra dengan pemerintah dalammenjalankan kegiatannya.
3.      Organisasi profesional : organisani non pemerintah yang melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan professional tertentu seperti organisasi non pemerintah pendidikan,organisasi non pemerintah bantuan hukum, organisasi non pemerintah jurnalisme, organisasi non pemerintah pembangunan ekonomi, dll.
4.      Organisasi Oposisi :organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan memilih untuk menjadi penyeimbang dari kebijakan pemerintah. Organisasi non pemerintah ini bertindak melakukan kritik dan pengawasan terhadapkeberlangsungan kegiatan pemerintah.

D.    Pola Pembinaan LSM
Dalam mengatasi masalah yang dihadapi LSM, merupakan tugas sebagaimana yang dikembangkan oleh pemerintah tentang pembinaan dan kesejahteraan LSM dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar baik jasmani, rohani maupun sosialnya. Pembinaan yang harus dilakukan bervariasi dimana melalui proses pendidikan, Pembinaan, pengawasan yang berkualitas dengan segala aspek. Dalam melakukan pembinaan terhadap LSM, Kantor Kesatuan Bangsa, Politik  memiliki tujuan sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 sebagai berikut:
1.      Terciptanya LSM yang mandiri dan mampu melaksanakan kegiatanya kearah yang bermanfaat baik bagi organisasinya maupun masyarakat;
2.      Mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dan keberdayaan masyarakat
3.      Memberikan pelayanan kepada masyarakat
4.      Menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
5.      Melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika dan budaya yang hidup di dalam masyarakat
6.      Melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
7.      Mengembangkan kesetiakawanan social, gotongroyong dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat
8.      Menjaga, memelihara dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan
9.      Mewujudkan tujuan Negara.


Rabu, 28 November 2018

KEBIJAKAN PUBLIK


Berbicara tentang implementasi kebijakan tentunya tidak bisa dilepaskan dari kebijakan publik. Kebijakan-kebijakan tersebut meliputi berbagai bidang, antara lain bidang kesejahteraan sosial (social welfare), bidang kesehatan, bidang perumahan rakyat, bidang pertanian, bidang pembangunan ekonomi, bidang hubungan luar negeri, bidang pendidikan nasional, dan sebagainya. Mengenai pengertian tentang kebijakan publik ini, pada dasarnya terdapat banyak batasan atau definisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan publik (public policy) yang masing-masing definisi tersebut memberikan penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan ini timbul karena masing-masing ahli mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Sementara di sisi lain, pendekatan dan model yang digunakan para ahli pada akhirnya akan menentukan bagaimana kebijakan publik tersebut hendak didefinisikan.
Salah satu definisi mengenai kebijakan publik, diberikan oleh Carl Friedrich, (Winarno, 2002 : 16)  yaitu :
Sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijaksanaan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu.

          Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi publik dimana aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya diorganisasikan secara bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan.
Metter dan Horn (Agustino, 2006:153) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai berikut :
Policy implementation encompasses those ction by public and privat individuals (and groups) tahat are directed at the achievement of goals and objectives set forth in prior policy decisions (tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan

 Implementasi kebijakan bisa dikatakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat. 
Variabel atau dimensi yang mempengaruhi implementasi kebijakan dalam model Van Meter dan Horn Metter dan Horn (Agustino, 2006:154) adalah :
1)        Ukuran dan tujuan kebijakan.
      Kinerja  implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan            sosio-kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan.
2)        Sumber daya
      Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari   kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia seperti sumberdaya      manusia, sumberdaya waktu, dan sumberdaya finansial.
3)        Karakteristik agen pelaksana
       Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan informal      yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat        penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat banyak            dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen         pelaksananya.
4)        Sikap/kecenderungan (disposition) para pelaksana
       Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak       mempengaruhi keberhasilan atau  tidaknya kinerja implementasi kebijakan.
5)        Komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana
       Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan   publik.
6)        Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Selasa, 27 November 2018

Gambaran Umum Kabupaten Pangandaran



Kabupaten Pangandaran merupakan salah satu daerah potensial untuk kegiatan pembangunan di Jawa Barat. Kabupaten Pangandaran dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Kabupaten Pangandaran di Provinsi Jawa Barat. Dengan ibukotanya adalah Parigi
 Kabupaten Pangandaran mempunyai Luas Wilayah 168.509 Ha, Luas Wilayah Laut 67.340 Ha, Panjang Pantai 91 Km dan Luas Wilayah Daratan 101.169,00 Ha ( Sawah 16.426,00 Ha, Hutan 27.764,17 Ha, Lahan Kering Lainnya 56.978.83 Ha ).
1.      Wilayah Kabupaten Pangandaran dibatasi oleh :
a)    Utara               : Kabupaten Ciamis;
b)   Barat                : Kabupaten Tasikmalaya;
c)    Selatan             : Samudra Hindia;
d)   Timur               : Kabupaten Cilacap ( Provinsi Jawa Tengah ).
2.      Kabupaten Pangandaran mempunyai Luas Wilayah diantaranya :
a)      Jumlah Kecamatan     : 10  Kecamatan.
b)      Jumlah Desa               : 93  Desa.
c)      Jumlah Dusun            : 433  Dusun.
d)     Jumlah RW                : 901  RW.
e)      Jumlah RT                  : 3305  RT.








Tabel 4.1
Data Wilayah Kabupaten Pangandaran
Tahun  2015

NO
KECAMATAN
JUMLAH
DESA
DUSUN
RW
RT
1.               
Cimerak
11
54
95
340
2.               
Cijulang
7
38
91
252
3.               
Cigugur
7
40
65
362
4.               
Langkaplancar
15
70
111
402
5.               
Parigi
10
53
121
401
6.               
Sidamulih
7
30
66
253
7.               
Pangandaran
8
31
97
337
8.               
Kalipucang
9
29
77
288
9.               
Padaherang
14
60
142
441
10.           
Mangunjaya
5
28
46
229
JUMLAH
93
433
901
3305
Sumber : Data Profil Kantor Kesbangpol Kabupaten Pangandaran

Senin, 26 November 2018

Desentralisasi Kabupaten Pangandaran



Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1 Angka 7).
Pemekaran Kabupaten Pangandaran dilatar belakangi oleh faktor kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Ciamis. Daerah-daerah yang menderita kemiskinan terletak di wilayah dengan kondisi geografis berupa perbukitan dan di tepi pantai. Hampir semua darah tertinggal tersebut memiliki akses yang buruk. Melihat perseolan kemiskinan dan belum meratanya pembangunan juga mendorong beberapa kecamatan di Ciamis memekarkan diri. Setelah Kota Banjar yang terlebih dahulu memekarkan diri, kini Kecamatan Kalipucang, Padaherang, Mangunjaya Langkaplancar, Cimerak, Cijulang, Pangandaran, Cigugur, Parigi, dan Sidamulis pun sudah mengajukan wacana pembentukan Kabupaten Pangandaran yang sudah disetujui oleh DPRD dan sekarang sedang berlanjut dalam tahap pengkajian di Kementerian Dalam Negeri.
Pemekaran daerah merupakan perwujudan dari Asas Desentralisasi yang sebagaimana dianut oleh UU No. 32 Tahun 2004. Saya berpendapat bahwa apabila Pemekaran Kabupaten Pangandaran itu terealisasikan, tidak menutup kemungkinan-kemungkinan akan timbul permasalahan-permasalahan terhadap pelaksanaan otonomi daerah apabila mengacu pada asas dan sistem otonomi yang kita kenali.
Adapun Permasalahan pelaksanaan Desentralisasi di Kabupaten Pangandaran yaitu :
Yang Pertama Permasalahan dalam pemekaran anggaran dan fasilitas, Seperti pembangunan gedung, pengangkatan pegawai, anggaran Pemilu Kepala Daerah, dan masih banyak biaya lain yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan dan pengadaan instansi yang menunjang kegiatan pemerintahan di Kabupaten Pangandaran dan tidaklah aneh pada saat fase Pembangunan Daerah baru ini sering terjadi ajang untuk korupsi dari dana pengadaan fasilitas-fasilitas daerah baru oleh pihak-pihak yang beritikad tidak baik.
Yang kedua adalah permasalahan terkait dengan aspek politik dan birokrasi, pada waktu masa kepemimpinan rezim orde baru yang menganut asas Sentralisasi keadaan politik dan birokrasi di Indonesia cenderung lebih stabil dan tidak panas seperti keadaan politik pada masa sekarang (Pasca Reformasi). Dengan adanya Pemekaran Kabupaten Pangandaran dan daerah-daerah lainnya (sebagai wujud dari asas Desentralisasi), akan menjadi arena bagi partai politik untuk meramaikan dan mengadu nasib dalam perebutan kekuasaan di daerah, yang terkadang dapat menimbulkan gesekan-gesekan politik yang dapat menimbulkan konflik yang dapat berujung pada persaingan politik yang tidak sehat, manipolitik, kekerasan, dan hal-hal lainnya yang dapat menimbulkan disintegrasi masyarakat.
Yang ketiga adalah permasalahan terkait dengan tumpang tindih dari pelaksanaan sistem otonomi itu, karena Indonesia tidak secara tegas menganut Sistem Otonomi Formil ataupun Materiil, namun menganut Sistem Otonomi jalan tengah yaitu Sistem Otonomi Riil (Otonomi Nyata). Persoalannya adalah yang manakah yang dominan diantara kedua teori itu? Apakah keduanya berjalan secara seimbang? menurut Prof. Bagir Manan dari apa yang diuraikan oleh Tresna, timbul kesan bahwa sebagai jalan tengah, sistem rumah tangga riil ini lebih mengutamakan asas formalnya. Dalam sistem rumah tangga formal terkandung gagasan untuk mewujudkan prinsip kemandirian bagi daerah, sedangkan sistem rumah tangga materiil akan merangsang timbulnya ketidakpuasan daerah dan spanning hubungan antara pusat dan daerah.[1][4] Di dalam sistem rumah tangga riil ini asas materil berperan memberikan kepastian sejak awal mengenai urusan daerah, karena melalui sistem ini urusan pangkal yang diserahkan untuk kemudian dikembangkan dengan sistem rumah tangga formal yang lebih memberi kebebasan dan kemandirian. Namun menurut pendapat saya tidak menutup kemungkinan apabila dalam pelaksanaannya sistem otonomi nyata ini tidak akan berjalan secara efektif karena ketidakpastian prinsip yang dianut oleh sistem ini.
Yang ke empat pelaksanaan pelayanan publik di Kabupaten Pangandaran belum  maksil dari awal terbentuknya kabupaten pangandaran sampai saat ini, ini mengakibatkan terjadinya krisis kepercayaan dari masyarakat terhadap kinerja pemerintahan yang kurang optimal, belum terasanya dampak dari pemekaran sendiri yang tadinya bertujuan untuk memudahkan akses dalam keperluan masyarakat dan meningkatkan tarap ekonomi masyarakat malah pemerintah terkesan lamban.
Yang ke Lima penetapan pegawai hasil mutasi yang tidak sesuai dengan bidang yang dikuasainya, pelaksanaan pemerintahan akan berjalan lamban terkait terjadinya perotasian pegawai yang bukan pada tempatnya yang artinya pelaksanaan kerja akan menyita waktu yang lama untuk menyesuaikan dan memahami pekerjaan yang dihadapinya, sehingga proses pembangunan kabupaten pangandaran akan terasa sangat lamban dan tidak sesuai dengan harapan pemekaran kabupaten pangandaran, hal ini menimbulkan pertanyaan dan prasangka masyarakat bahwaadanya isue-isue money politic di kalangan para elit politik yang berada di kabupaten pangandaran,
Yang ke Enam belum optimalnya pengelolaan objek wisata tang berda di kabupaten pangandaran aspek pembangunan yang lamban dan sarana prasarana di objek wisata yang kurang memadai, menimbulkan kurangya kenyamanan bagi pendatang yang ingin berwisata, akses jalan yang kurang memadai berdampaki pada kurangnya pendatang yang ingin berwisata ke Pangandaran, sedangkan potensi PAD Kabupaten Pangandaran akan dipusatkan kepada Objek wisata, banyaknya objek wisata yang belum tergali di Kabupaten Pangandaran.
Tekanan terhadap organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah baik pusat dan daerah serta perusahaan milik pemerintah, dan organisasi sektor lainnya untuk memperbaiki kinerjanya mendorong dibangunnya sistem manajemen organisasi sektor publik.
Tugas utama pemerintah sebagai organisasi sektor publik terbesar adalah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat tidak hanya berupa kesejahteraan fisik yang bersifat material saja, namun termasuk kesejahteraan nonfisik yang lebih bersifat immaterial.


KESIMPULAN
 Bahwa Pemekaran Kabupaten Pangandaran akan sangat efektif mengingat potensi dan ciri khas di Daerah Pangandaran itu sendiri sangat baik dan memiliki kekhasan yaitu sebagai tempat wisata, dan dengan adanya pemekaran Kabupaten Pangandaran ini niscaya akan memajukan sektor pariwisata di Indonesia dan pembagunan Infrastruktur dan tata kota akan berjalan dengan baik. Namun pada saat ini belum terasanya hasil pemekaran yang mengacu terhadap tujuan tersebut.
pada pelaksanaan otonomi daerah yang mengalami perubahan secara ekstrem. Baik pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah harus menjalankan masing-masing urusan dan wewenangnya secara selaras dengan baik agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan otonomi daerah.

Saran
Ø  Pelaksanaan pemerintahan harus dapat terlaksana dengan baik, melalui perencanaan dan sektor pelaksanaan yang berjalan sesuai target dan tujuan pemekaran.
Ø  Pemerintah kabupaten pangandaran harus seoptimal mungkin melayani masyarakat, mengedepankan kedisiplinan dan tidak berleha-leha terhadap pelayanan masyarakat
Ø  Bupati harus mampu menempatkan seorang pegawai pada posisi sesuai dengan kemampuannya, bukan karena hal yang dapat merugikan kemajuan kabupaten, ketegasan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan saangatlah penting untuk kemajuan Kabupaten Pangandaran.
Ø  Pemerintah Kabupaten Pangandaran harus lebih mengedepankan pembangunan di sektor kepariwisataan, karena selama ini pembangunan sektor pariwisata di Kabupaten Semarang  masih banyak yang terbengkelai dengan dibangunya obyek-obyek  wisata harapannya pengunjung akan meningkat dan dengan meningkatnya pengunjung pendapatan ekonomi masyarapat akan meningkat pula. 
Ø  Pangandaran Kabupaten Semarang harus lebih meningkatkan sarana prasarana, karena itu merupakan faktor penunjang utama untuk mempermudah pengunjung datang  ke obyek wisata tersebut.




Pengertian Otonomi Daerah

Pengertian Otonomi Daerah Menurut Para Ahli Pengertian otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentinga...