Konsep kekuasaan menurut ilmuwan politik yang beraliran pluralis
menyatakan bahwa kekuasaan tidak lagi terkonsentrasi pada satu kelompok atau
kelas, melainkan menyebar dalam berbagai kelompok kepentingan yang saling
berkompetisi untuk mendapatkan kekuasaan. Dalam konsep pluralisme digambarkan
bahwa masyarakat bukanlah tersusun dari individu, akan tetapi dibentuk oleh
kelompok. Kelompok dianggap sebagai unit dasar dari masyarakat.
Sanit (1985:37) menyatakan adalah kepentingan yang mendorong
terbentuknya jalinan aktifitas individu-individu sehingga terbentuk kelompok.
Interaksi suatu kelompok dengan kelompok lainnya dilandaskan pada kepentingan
atau berbagai kepentingan yang telah disadari oleh segenap warga kelompok.
Kepentingan diartikan sebagai sikap bersama dari warga suatu kelompok mengenai
satu atau beberapa tuntutan yang selayaknya dilakukan terhadap kelompok lainnya
dalam
masyarakat.
Salah satu bentuk khusus dari kelompok adalah apa yang disebut oleh Arbi
Sanit sebagai gerakan masyarakat. Yang membedakan antara gerakan masyarakat
dengan bentuk-bentuk kelompok kepentingan yang lain adalah pada kecenderungan
untuk mengutamakan kepentingan ataupun tujuan yang bersifat materi atau non
materi. Gerakan masyarakat lebih meraih tujuan non materi daripada menarik keuntungan
materi. Tujuan-tujuan kelompok masyarakat yang lain lebih dinikmati secara
langsung oleh anggota kelompok. Sedangkan penikmatan hasil perjuangan gerakan
masyarakat terbuka bagi siapapun tanpa perlu mempunyai ikatan aktifitas dengan
gerakan masyarakat yang memproses usaha peraihan hasil.
Seiring dengan semakin berkembang dan kompleksnya masyarakat, baik
gerakan masyarakat maupun kelompok kepentingan yang lain memperlakukan
organisasi sebagai salah satu sarana perjuangan untuk mencapai tujuan atau
sasaran yang disepakati. Gerakan masyarakat yang terorganisir dikenal sebagai
organisasi kemasyarakatan dengan ciricirinya yaitu organisasi diluar organisasi
pemerintahan, tidak bermotif keuntungan dalam kegiatannya, lebih melibatkan
anggota dalam kegiatannya, keanggotaan yang bersifat massal, melakukan kegiatan
politis disamping perjuangan teknis keorganisasian, serta cukup berkepentingan
akan ideologi.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan salah satu bentuk organisasi
kemasyarakatan. Pada umumnya Lembaga Swadaya Masyarakat adalah sebuah
organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara
sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk
memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Sebutan LSM sendiri merupakan
pengembangan dari istilah Ornop (organisasi non pemerintah) yang merupakan
terjemahan langsung dari istilah bahasa Inggris Non Government Organization (NGO).
Organisasi tersebut bukan menjadi bagian dari pemerintah, birokrasi
ataupun negara. Maka secara garis besar organisasi non pemerintah dapat di
lihat dengan ciri sbb :
1)
Organisasi
ini bukan bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara.
2)
Dalam
melakukan kegiatan tidak bertujuan untukmemperoleh keuntungan (nirlaba).
3)
Kegiatan
dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum, tidak hanya untuk kepentingan para
anggota seperti yang dilakukan koperasi ataupun organisasi profesi.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau sering disebut dengannama lain Non
Government Organization (NGO) atau organisasi nonpemerintah (Ornop) dewasa
ini keberadaanya sangat mewarnai kehidupan politik di Indonesia. Diperkirakan
saat ini lebih dari 10.000 LSM beroperasi di Indonesia baik ditingkat nasional,
propinsi maupun di tingkat kabupaten/kota, dimana dari tahun ketahun jumlah ini
semakin bertambah. Perkembangan politik, demokrasi, pembangunan ekonom dan
kemajuan teknologi informasi merupakan faktor-faktor yang mendorong terus
bertambahnya jumlah LSM di Indonesia.
A. Pengertian
Lembaga Swadaya Masyarakat
Arti umum
menjelaskan bahwa pengertian LSM mencakup semua organisasi masyarakat yang
berada diluar struktur dan jalur formal pemerintahan, dan tidak dibentuk oleh
dan merupakan bagian dari birokrasi pemerintah. Karena cakupan pengertiannya
terlalu luas, beberapa tokoh LSM generasi pertama mencari padanan yang pas atas
istilah NGO. Pada masa awal perkembangannya, sejumlah kalangan LSM mengkritik
penggunaan kata LSM sebagai terjemahan NGO dengan alasan bahwa istilah tersebut
adalah bentuk penjinakkan terhadap NGO, dan oleh karenanya mereka lebih suka
menggunakan istilah Ornop.
Lembaga swadaya
masyarakat yaitu sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun
sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat
tampa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatan tersebut.
Dasar Hukum
terkait Lembaga Swadaya Mayarakat (LSM) antara lain : Undang-undangn Nomor 17
Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan,
Perangkat hukum lainnya adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri No 8 tahun
1990 tentang Pembinaan LSM.
Menurut
Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990 Tentang Pembinaan Lembaga
Swadaya Masyarakat : Yang dimaksud dengan Lembaga Swadaya Masyarakat adalah
organisasi/ lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik
Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak
dibidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/ lembaga sebagai
wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat, yang menitik beratkan kepada pengabdian secara
swadaya.
B. Ciri-ciri
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
1.
Bagian
dari pemerintahan;
2.
Tidak
bertujuan memperoleh keuntungan;
3.
Untuk
kepentingan masyarakat , tidak hanya untuk kepentinganpara anggota.
C.
Jenis dan kategori LSM
Ditinjau dari segi paradigmanya LSM di Indonesia dapat dibedakan menjadi
tiga.
Pertama, berparadigma Konformis (developmentalis), yang visinya berangkat dari
asumsi bahwa masalah demokrasi dan kondisi sosial ekonomi rakyat sebagai faktor
yang inheren dengan kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, dan keterpencilan.
Dengan demikian solusinya adalah dengan melakukan perubahan mental atau budaya masyarakat
sasaran.
Kedua, LSM yang menggunakan paradigma reformis. Kalangan LSM ini melihat
kondisi sosial ekonomi dan demokrasi karena tak berfungsinya elemen-elemen
sosial politik yang ada, di mana rakyat atau
kelompok-kelompok masyarakat kurang memiliki akses dan kesempatan untuk
berpartisipasi dalam politik dan pembangunan. Makanya pendekatan pemecahan
masalah, identik dengan pendekatan kedua dari Eldridge di atas, yakni berupaya
menyediakan untuk berpartisipasi, dengan model perubahan yang diharapkan berupa
perubahan fungsional struktural.
Sementara paradigma
ketiga adalah transformatoris. Gerakangerakan LSM seperti ini terasa agak
radikal, di mana iklim atau isu keterbukaan imanfaatkan untuk mencoba membongkar berbagai persoalan
sosial, ekonomi dan politik, sangat kontras dengan LSM berparadigma pertama dan
kedua, yang ketiga ini melihat kondisi struktur sosial ekonomi dan politik
sebagai hasil pemaksaan negara atau kelompok-kelompok dominan, sehingga oleh
karena itu melahirkan ketidakadilan dan ketidakdemokrasian. Oleh sebab itu isu
gerakan LSM lebih bernuansa politik, seperti mengambil tema hak azasi manusia (HAM),
kesenjangan sosial, gerakan civil society, pelibatan rakyat bahwa dalam
proses-proses politik seperti demonstrasi, unjuk rasa, termasuk mimbar bebas,
serta berorientasi pada kemandirian rakyat, dengan konfik sebagai pendekatan
yang digunakan.
Instruksi Menteri
Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990, menyebutkan bahwa jenis-jenis LSM antara lain
:
1.
Organisasi
Donor : organisasi non pemerintah yang memberikan dukungan biaya bagi kegiatan
organisasi non pemerintah lain.
2.
Organisasi
mitra Pemerintah : organisasi non pemerintah yangmelakukan kegiatan dengan
bermitra dengan pemerintah dalammenjalankan kegiatannya.
3.
Organisasi
profesional : organisani non pemerintah yang melakukan kegiatan berdasarkan
kemampuan professional tertentu seperti organisasi non pemerintah pendidikan,organisasi
non pemerintah bantuan hukum, organisasi non pemerintah jurnalisme, organisasi
non pemerintah pembangunan ekonomi, dll.
4.
Organisasi
Oposisi :organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan memilih untuk
menjadi penyeimbang dari kebijakan pemerintah. Organisasi non pemerintah ini
bertindak melakukan kritik dan pengawasan terhadapkeberlangsungan kegiatan
pemerintah.
D. Pola
Pembinaan LSM
Dalam mengatasi masalah yang dihadapi LSM, merupakan tugas sebagaimana yang
dikembangkan oleh pemerintah tentang pembinaan dan kesejahteraan LSM dalam menjamin pertumbuhan dan
perkembangannya dengan wajar baik jasmani, rohani maupun sosialnya. Pembinaan
yang harus dilakukan bervariasi dimana melalui proses pendidikan, Pembinaan,
pengawasan yang berkualitas dengan segala aspek. Dalam melakukan pembinaan
terhadap LSM, Kantor Kesatuan Bangsa, Politik memiliki tujuan sesuai dengan Undang-undang Nomor
17 Tahun 2013 sebagai berikut:
1. Terciptanya
LSM yang mandiri dan mampu melaksanakan kegiatanya kearah yang bermanfaat baik
bagi organisasinya maupun masyarakat;
2.
Mampu
meningkatkan partisipasi masyarakat dan keberdayaan masyarakat
3.
Memberikan
pelayanan kepada masyarakat
4.
Menjaga
nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
5.
Melestarikan
dan memelihara norma, nilai, moral, etika dan budaya yang hidup di dalam
masyarakat
6.
Melestarikan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup
7.
Mengembangkan
kesetiakawanan social, gotongroyong dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat
8.
Menjaga,
memelihara dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan
9.
Mewujudkan
tujuan Negara.