Senin, 31 Juli 2017

Pengelolaan Keuangan Daerah

Pengelolaan keungan daearah


      Reformasi di segala bidang yang di dukung oleh masyarakat dalam mensikapi permasalahan yang terjadi, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah menyebabkan  lahirnya otonomi daerah sebagai salah satu tuntutan reformasi.

      Indonesia memasuki Era Otonomi Daerah dengan diterapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 (kamudian menjadi  UU No.32 Tahun 2004) tentang  Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 (kemudian menjadi UU No.33 Tahun 2004 ) tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

      Dalam UU No.32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa otonomi daerah  menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan  mengurus  dan mengatur  semua urusan  pemerintahan  di luar urusan pemerintah pusat yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut. Selain itu juga dilaksanakan pula dengan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah  suatu prinsip  yang menegaskan bahwa urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan  tugas, wewenang dan kewajiban  yang senyatanya telah ada dan berpotensi  untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Adapun yang dimaksud dengan  otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannnya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud  pemberian otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan  rakyat sebagai bagian utama dari tujuan nasional.

      Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu  memerhatikan kepentingan  kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Untuk itu, otonomi daerah diharapkan dapat (1) menciptakan  efisinesi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah, (2) meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat, (3) membudayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut berpartisifasi dalam proses pembangunan (Mardiasmo, 2002).

      Dalam otonomi daerah, pimpinan daerah memegang  peran sangat srategis dalam mengelola dan memajukan daerah yang dipimpinnya. Perencanaan strategis sangat vital, karena disanalah akan terlihat dengan jelas peran kepala daerah dalam mengoordinasikan  semua unit kerjanya. Betapapun besarnya potensi suatu daerah, tidak akan optimal pemanfaatannya  bila bupati/walikota tidak mengetahui bagaimana mengelolanya. Sebaliknya, meskipun potensi suatu daerah kurang,  tetapi dengan strategis yang tepat untuk memanfaatkan bantuan dari pusat dalam memberdayakan daerahnya, maka akan semakin meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang ada. Seagaimana dijelaskan dalam pasal 156 ayat 1 UU Nomor 32 Tahun 2004, kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah. Untuk itulah, perlu kecakapan yang tinggi bagi pimpinan daerah agar pengelolaan  dan terutama  alokasi dari keuangan daerah dilakukan secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan pembangunan daerah.

      Otonomi daerah harus diikuti dengan serangkaian reformasi sektor publik. Dimensi reformasi sektor publik tersebut tidak sekadar perubahan format  lembaga, akan tetapi menyangkut pembaruan alat-alat yang digunakan  untuk mendukung berjalannya lembaga-lembaga publik tersebut secara ekonomis, efisien, efektif transparan, dan akuntabel sesuai dengan cita-cita reformasi yaitu menciptakan good governace benar-benar tercapai.

      Untuk mewujudkan good governace diperlukan reformasi kelembagaan (institutional reform) dan reformasi manajemen publik (public management reform). Reformasi kelembagaan menyangkut pembenahan  seluruh alat-alat pemerintahan  di daerah, baik  struktur maupun infrastrukturnya. Reformasi manajemen sektor publik terkait dengan perlunya digunakan digunakan model manajemen pemerintahan yang baru yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, misalnya new public management yang berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan berorinentasi pada kebijakan. Penggunaan  paradigma new public management tersebut menimbulkan  beberapa konsekuensi bagi pemerintah. di antaranya perubahan pendekatan dalam  dalam penganggaran, yakni dari penganggaran  tradisional (traditional budget) menjadi penganggaran berbasis kinerja (performance budget), tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetensi tender (compulsory competitive tendering contract).

      Sejalan dengan perlunya dilakukan reformasi sektor publik, diawal periode otonomi  daerah, telah keluar sejumlah peraturan pemerintah (PP)  sebagai operasionalisasi  dari Undang-undang Otonomi daerah. Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan daerah selama ini menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan  keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan  sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan  (sustainable)  sesuai dengan aturan pokok  yang telah ditetapkan  dalam undang-undang dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal, maka dalam penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara.

      Adapun kekuasaan pengelolaan keuangan daerah menurut   pasal 6 UU No. 17 Tahun 2003 merupakan bagian  dari kekuasaan pengelolaan keuangan negara. Dalam hal ini presiden selaku kepala pemerintahan memegang  kekuasaan pengelolaan  keuangan  negara sebagai  bagian dari kekuasaan  pemerintahan, kemudian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah  dan mewakili pemerintah daerah dalam  kepemilikan kekayaan  daerah yang dipisahkan. Selanjutnya, kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan  oleh masing-masing kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD dan dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku  pejabat pengguna anggaran/barang daerah.

      Pengelolaan keuangan daerah harus Transparansi yang mulai dari proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran daerah. Selain itu, Akuntabilitas dalam pertanggungjawaban publik juga diperlukan, dalam artii  bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan  masyarakat. Kemudian, Value for money yang berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas.

      Dengan adanya penerapan prinsip-prinsip tersebut, maka akan menghasilkan  pengelolaan keuangan daerah (yang tertuang dalam APBD)  yang benar-benar mencerminkan  kepentingan  dan pengharapan masyarakat daerah setempat secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Sehingga nantinya akan melahirkan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Senin, 24 Juli 2017

Pengertian Pembinaan Menurut Para Ahli


Menurut Mathis (2002:112), pembinaan adalah suatu  proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, proses ini terkait dengan berbagai tujuan organisasi, pembinaan dapat dipandang secara sempit maupun luas. Sedangkan Ivancevich (2008:46), mendefinisikan pembinaan sebagai usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera.
Selanjutnya sehubungan dengan definisi tersebut maka dapat dikemukakan sejumlah butir penting yaitu, pembinaan adalah sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi. Pembinaan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pembinaan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan (konpetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya.
Mathis (2009:307-308) juga mengemukakan empat tingkatan pokok dalam kerangka kerja untuk mengembangkan rencana pembinaan strategis, antara lain:
1.      Mengatur stretegi, yaitu manajer-manajer SDM dan pembinaan harus terus lebih dahulu bekerja sama dengan manajemen untuk menentukan bagaimana pembinaan akan terhubung secara strategis pada rencana bisnis strategis, dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja karyawan dan organisasi.
2.      Merencanakan, yaitu perencanaan harus terjadi dengan tujuan untuk menghadirkan pembina yang akan membawa hasil-hasil positif untuk organisasi dan karyawannya. Sebagai bagian dari perencanaan, tujuan dan harapan dari pembinaan harus diidentifikasi serta diciptakan agar tujuan dari pembelajaran dapat diukur untuk melacak efektivitas pembinaan.
3.      Mengorganisasi, yaitu pembinaan tersebut harus diorganisasi dengan memutuskan bagaimana pembinaan akan dilakukan, dan mengembangkan investasi-investasi pembinaan.

4.      Memberi pembenaran yaitu mengukur dan mengevaluasi pada tingkat mana pembinaan memenuhi tujuan pembinaan tersebut. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diidentifikasi pada tahap ini, dan dapat meningkatkan efektivitas pembinaan dimasa depan. 

pembinaan adalah usaha tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil lebih baik (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996:134). Pengertian pembinaan menurut psikologi, dapat diartikan sebagai upaya memelihara dan membawa suatu keadaan yang seharusnya terjadi atau menjaga keadaan sebagaimana seharusnya. Dalam manajemen pendidikan luar sekolah, pembinaan dilakukan dengan maksud agar kegiatan atau program yang sedang dilaksanakan selalu sesuai dengan rencana atau tidak menyimpang dari hal yang telah direncanakan
Menurut Tangdilintin (2008:58) pembinaan dapat diibaratkan sebagai pelayanan. Pembinaan sebagai pelayanan itu merupakan suatu keprihatinan aktif yang nyata dalam tindakan yang menjunjung tinggi harkat dan martabat orang muda, serta mengangkat harga diri dan kepercayaan diri mereka. Dengan melihat pembinaan sebagai pelayanan, seorang pembina tidak akan pernah mencari nama, popularitas, atau kedudukan dan kehormatan dengan memperalat orang muda.
Menurut Pamudji (1985:7) bahwa: Pembinaan berasal dari kata ”bina” yang berarti sama dengan ”bangun”, jadi pembinaan dapat diartikan sebagai kegunaan yaitu: merubah sesuatu sehingga menjadi baru yang memiliki nilai-nilai yang tinggi. Pembinaan juga mengandung makna sebagai pembaharuan, yaitu: melakukan usaha-usaha untuk membuat sesuatu menjadi lebih sesuai atau cocok dengan kebutuhan dan menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.
Sedangkan, menurut Hidayat, S (1979: 10) bahwa:
Pembinaan adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sadar, terencana, teratur, dan terarah untuk meningkatkan sikap dan keterampilan anak didik dengan tindakan-tindakan, pengarahan, pembimbingan, pengembangan dan stimulasi dan pengawasan untuk mencapai suatu tujuan.

Sehingga berdasarkan pendapat di atas bahwa pembinaan haruslah bersipat mendidik atau bertujuan meningkatkan pola piker seorang/kelompok agar dapat melaksanakan suatu kegiatan maupun arah polapikir agar mendapatkan hasil dan tujuan yang baik.
Tangdilintin (2008:61) pun mengatakan pembinaan akan menjadi suatu “empowerment” atau pemberdayaan dengan maksud:
1.      Menyadarkan dan membebaskan
2.      Memekarkan potensi dan membangun kepercayaan diri
3.      Menumbuhkan kesadaran kritis-konstruksi-bertanggungjawab
4.      Mendorong mereka berperan sosial-aktif

Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu berasal dari sudut pembaharuan dan berasal dari sudut pengawasan. Pembinaan yang berasal dari sudut pembaharuan yaitu mengubah sesuatu menjadi yang baru dan memiliki nilai-nilai lebih baik bagi kehidupan masa yang akan datang. Sedangkan pembinaan yang berasal dari sudut pengawasan yaitu usaha untuk membuat sesuatu lebih sesuai dengan kebutuhan yang telah direncanakan Istilah pola pembinaan diartikan sebagai model atau acuan yang digunakan untuk memperbaharui atau membangun kearah yang lebih baik, tidak lain yang menjadi objek pembinaan adalah para anak jalanan. Pola pembinaan merupakan kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Pola pembinaan adalah tingkah laku seseorang yang bermaksud merubah keadaan psikis atau pisik penerima sedemikian rupa, sehingga si penolong akan merasa bahwa si penerima menjadi lebih puas secara material ataupun psikologis.


Referensi :
Tangdilintin, (2008). Pembinaan Generasi Muda. Kanisius.Yogyakarta
Pamudji. (1985). Pembinaan Perkotaan di Indonesia. Bina Aksara.Jakarta
Bartal. (1976). Pembinaan Sosial. Rineka Cipta. Jakarta


Contoh Surat lamaran Pekerjaan

            Cijulang,         Januari   2017


 Kepada :

   Yth :
 ___________________
 ___________________


 di-


                Tempat



Dengan hormat,
Saya yang bertandatangan dibawah ini :
Nama                                       : 
Umur                                       : 
Alamat                                    : Jl. ______________, Rt. 07/14 Kec __________,
                                                  Kab. __________ – Jawa Barat
                                                  Telp: 085......
Jenis Kelamin                          : 
Tempat & Tanggal Lahir         : 
Agama                                     : 
Status                                      : 
Pendidikan Terakhir                : 

Dengan ini menyampaikan permohonan untuk bekerja di perusahaan yang Bapak/Ibu pimpin, sebagai bahan pertimbangan, bersama ini saya lampirkan :
1.      Foto copy Ijazah terakhir
2.      Foto copi KTP
3.      Pas Poto 3x4 
4.      Curiculum Vitae (CV)
Demikian Permohonan Surat Lamaran Kerja ini saya sampaikan, besar harapan saya semoga Bapak/Ibu dapat mempertimbangkanya.
Atas perhatianya saya ucapkan terimakasih.



                                                                                                                          Hormat Saya,




                                 NANO ROMDONI

Pengertian Otonomi Daerah

Pengertian Otonomi Daerah Menurut Para Ahli Pengertian otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentinga...